Thursday, January 26, 2012

dalam bait puisiku

bagaimana aku bisa menulis namamu dalam bait puisiku
wahai tangis hujan. kamu bukan matahari
kamu bukan ilalang, kamu bukan juga burung merpati

selayaknya akulah yang jadi roh dalam sajakmu
karena aku adalah rembulan, aku hamparan rumput menghijau
aku si burung dara

orang lain telah menggores dinding zaman
abadikan sunyi... kekalkan mimpi dan
kultuskan langit
kita disini masih bertengkar
mendefinisikan kata
meracaukan kalimat
merumuskan bahasa prosa

aku bukan orang yang punya mental kuat
dan sajak demi sajak dalam syairku
bukan syair deklamasi yang bisa diorasi
dengan garang...

kdg, 26 januari 2012

Monday, January 23, 2012

puncak perbukitan.... dalam sebuah puisi

sebuah jalan yang landai, pada mulanya
kemudian sedikit lereng dan sampailah pada
puncak perbukitan
lurus ke atas,
langit membiru menyapu kan angin cukup deras
agak ke selatan.. turun beberapa langkah
ada mata air sungai
lumayan jernih
membentuk telaga kecil
di jalan berbelok arah timur

tidak lebih dari lima ratus meter persegi
luas tanah landai puncak perbukitan ini
dengan sebuah gubuk...
sebuah kandang ternak
sehamparan kebun
separuh petak tanaman karet
yang sambungannya menurun bukit

duduk di pelataran gubuk ;
lalu memandang ke arah utara
ada pemandangan hamparan sawah
ada barisan pohonan kepala
di batas garis lengkungan langit

seperti seorang penyair
yang ektase menulis puisi :
ketika melihat daun-daun tomat
buah cabai yang mulai me-merah
berbadu dengan kecerahan
sinar matahari
bukan hanya siluet merah
yang indah...
ini sorga yang tak berbanding
yang ada didunia
ini tanah kesuburan
tempat para malaikat menabur cinta
ini tetirah para dewa
tempat meruwat para naga
atau mungkin tempat paling lain
di muka bumi
yang layak jadi altar pemujaan

di puncak perbukitan ini
hanya duduk di pelataran gubuk
mengubah puisi
menatah narasi
sebelum hujan datang, sebelum senja
dan sesudah ingatan melupa
kata-kata ini meng-ada

tegal... merayakan tahun baru imlek 23 januari 2012...

Sunday, January 22, 2012

rintik hujan malam ini

; hsnl

senja lepas meninggalkanku yang masih
terpaku di depan pintu ;

seperti biasa yang meninggalkan banyak pertanyaan
dalam resah puisiku
perihal kiasan cinta di sebait lagu, sms-sms orang-orang
rintik hujan malam ini, sejumlah harapan dan beberapa pertanyaan
tentang keajaiban hidup kini
dunia yang tiba-tiba
seperti serangan virus brontol
merubah kewajaran pikiranku, deru perasaanku
yang mulai seperti tak tentu dan jadi sulit untuk dipahami
tak ada lagi yang tampak lucu dalam pikiranku kini
karena kau suka jadi hang sendiri

dan aku hanya dapat tidur kembali, lalu mengenang lagi
(dalam mimpi)
sisa rintik hujan malam ini

kdg, 2005 - 2006

Saturday, January 21, 2012

epitaf

seseorang yang terpaku dalam kesunyian
menatap taburan bintang di langit malam
dan mencoba mengkhidmat arti hidup
di antara imaji, khayali dan ingatan-ingatan

bukankah sekarang semuanya tak lebih
dari hanya serupa igau dibalik selimut mimpi
dari tidur tadi malam ?
bilakah kenyataan itu kini
hanyalah epitaf dari kisah seorang pecundang
yang tenggelam di kubangan melankoli
hingga
didepan mata dunia selamanya biru ?

seseorang yang hanya bisa terpaku
dalam sunyi sendiri melawan waktu,
melupa mimpi indah...
mungkinkah masih ada harapan : menemukan hidup yang lain ?

kdg, 2005

Thursday, January 19, 2012

kampung halaman

memeluk dingin yang cukup menggigit
pagi yang lumayan indah dengan cuaca
yang bersahabat
di kampung ini...
seperti surga kecil : tempat tetirah
untuk melunturkan segala dosa
dan kepenatan hidup di kota

seperti “wakil” kayangan dimuka bumi
elok dengan wajah yang alami
rupawan dengan raut yang natural

di kampung halaman ini
tidak ada bedak yang artifisial
tidak ada papan reklame yang mengancam
tidak ada baliho bergambar lelaki tua, gadis cantik atau seekor
monyet...
tidak ada mesin-mesin yang meraung di jalanan
tidak ada...debu, asap, kebisingan yang menteror

alangkah sempurna... seandainya kenyataan ini
akan bertahan lama..
tak akan tergusur oleh para perompak
harta karun dari tanah seberang...
tak akan rusak oleh tiupan angin jaman
yang datang mendesak kemodernan
tak akan hancur oleh gilasan roda kehidupan

kampung halaman ini, setiap kali aku “menyekar”
damai dan kasih-nya merasuk sampai ke jiwa

Tuesday, January 17, 2012

hujan sederas hujan siang ini

tidak pernah aku menyaksikan hujan sederas hujan siang ini
cucuran air yang jatuh menimpa atap sebelum jatuh ke tanah
membentuk waterfall yang indah...

khayali apa yang bisa kureka dari hujan siang ini :
ah, sekalian membayangkan wajahmu yang sudah basi
aku hanya ingin kembali jadi kanak-kanak
menikmati hujan tanpa pretensi apa-apa
kecuali kesenangan belaka

kesenangan menadah hujan yang begitu deras
kesenangan meresapi dinginnya hembusan angin
kesenangan bermain dengan air
kesenangan bercengkrama dengan gigil dingin

apalagi hujan yang deras ini, disertai gelegar petir
sungguh terasa sempurna kesenangan menikmati hujan

(lamat-lamat hujan deras siang ini semakin jadi indah
ketika dari speaker notebook mengalun bait lagu :
nopember rain dari guns n roses...)

khayaliku pudar seiring hujan yang mulai mereda
dan ternyata cara termudah orang dewasa menikmati hujan
adalah dengan mendengarkan lagu.
sementara wajah basimu... tampaknya mengejekku.

Monday, January 16, 2012

dalam labirin : kisah kupu-kupu yang jatuh cinta

setiap dinihari. sebelum kokok ayam mendatangkan terang. selalu
aku seperti berkhayal masuk dalam labirin mimpimu.
dan lalu tangismu, merapuhkan dinding-dinding kaca kepompong fantasi
yang kubangun di ujung daun pisang : kemudian aku jadi kupu-kupu yang terbang
menyusuri tepian pengunungan meratus. dan merangkai cerita cinta


seekor kupu-kupu ternyata bisa juga jatuh cinta dengan setangkai anggrek hutan
dinihari ini, imajinasi apalagi yang kau reka di sketsa lukisanmu
aku tak bisa menebak selain takut terjebak kembali dalam labirin mimpimu :
ah, aku tak mengerti arti realis, surealis, abstrak, dan istilah-istilah yang tak bisa kuucapkan itu
aku juga tak paham-paham : itu nyata, itu hanya visualisasi dari yang tidak nyata.
atau bukan yang nyata dan tak nyata

setangkai anggrek hutan itu tak menerima cinta seekor kupu-kupu
dinihari ini, kubalik rekaan imajinasimu dalam buram lukisanku
berharap labirin itu akan berakhir dengan sendirinya : hingga aku
tak terjebak dalam paradigma ketakmengertian dan ketakpahaman
lalu yang tersisa : senyum yang setengah kecut...
karena ceritanya menjadi cinta yang tak berbalas
dan harus berakhir di ujung kokok ayam : sebab subuh
datang dengan diam-diam dan menamatkan umur labirin kita

kdg, 16/01/2012

Thursday, January 12, 2012

jadikan puisi...

mari kita tahbiskan puisi bukan sekedar mantra
kita sejajarkan saja puisi serupa ayat suci
jadikan puisi :
pengobat jiwa
penghibur hati yang gulana
pelukis keindahan dunia
penawar rindu
penghapus air mata
penyembuh duka
teman di kala sepi
penjeda di saat jenuh

2012

puisi : dalam sebait mantra

ada yang anehkah ?
kau memandangku, seperti seorang asing
melihat hal yang ganjil

jika tak wajar
katakan dengan kata yang jelas.
jangan diam dan atau hanya berani mengumam dibelakang
aku bukan gunung batu, bukan juga sungai yang dangkal
aku bukan pantai. bukan juga batu karang yang pendiam

sebelum aku kehilangan selera
untuk menjamu nasib baikmu, disini
mari berbicara dengan bahasa yang sama
sekali lagi
sebelum aku kehilangan semangat
untuk tetap berdiri
sebelum aku menjadi kesal
menjadi objek pandangan anehmu.

sebelum yang ganjil ini menguap ke langit
sebelum aku menjadi semakin asing dalam
pandanganmu.

katakan. tuliskan. dalam sebait mantra

2012

puisi : bukan sekedar bermimpi

entahlah...
bila ini hanya dikatakan sebagai khayalan saja :
seperti meng-igau di siang bolong
tapi nyatanya bukan mimpi, bukan juga halusinasi
mungkin absurd. mungkin juga abstrak

hanya saja...
aku tak berani menyatakannya : ini nyata
sepertinya nyata-nya dunia ini dengan seluruh isi-nya
seperti pasti-nya jawaban dalam ilmu matematika

untuk itu. kenapa harus kembali bertanya
kepada yang tahu. kepada siapa.
bahwa puisi ini bukan sekedar mimpi

(10/01/2012)

puisi : saya retak. patah

jika sayap retak ini patah
biarkan langit terus membiru
biarkan angin terus menderu
biarkan gunung terus diam membisu
biarkan impian jadi membeku
biarkan cinta tak menjadi satu
biarkan harapan menjadi sayu
biarkan sajak menjadi gagu
dan biarkan aku...
meratapi nasib yang semu

2012

Wednesday, January 11, 2012

tentang puisi

aku tak mau ada dalam puisimu : dilukiskan
sebagai sepi, sebagai luka, sebagai perih

aku tak mau disebut dalam puisimu : disketsakan
sebagai anak kecil yang mengejar bayang-bayang

aku tak mau ditulis dalam puisimu :divisualisasikan
sebagai pecundang cinta yang berlari menganduh di tepi pantai

aku tak mau dijadikan pelakon utama dalam puisimu :
seorang pemabuk sekarat

aku tak mau dijadikan ibarat dalam puisimu : karena aku
bukan santo yang pandai membaca mantra

aku tak mau dijadikan simbol dalam puisimu : aku tak serupa
algoritma. aku juga bukan rumus kimia

sekali lagi. aku tak mau
aku bukan puisi.
dan jauhkan pengertian puisi dari definisi tentang diriku

2012

Monday, January 2, 2012

puisi : sisa rintik hujan sore kemarin

: ls

pagi datang menghentakkanku yang masih
terbalut selimut hangat ;
seperti biasa menghatarkan berita tak bersahabat
dalam muram puisiku
tentang cintamu disebait lagu, banjir kata-kata,
rintik hujan sore kemarin, semua mimpi, semua caci maki
musim semi yang tak jadi bahkan
berguguran
atas bumi yang kehilangan kewajaran, napas-napas
yang mulai ringkih mengejar petala-petala langit
badut dalam otak yang tak lagi lucu
juga bom-bom yang kian menakutkan
bersatu dengan kabar hari ulang tahun, ungkapan
rindumu dalam risau puisiku
dan aku tidur kembali, lalu bermimpi lagi
tentang sisa rintik hujan sore kemarin

awal nop, 2005

sajak : untittled

jauh tatapan mata pemuda itu mengikuti bayang matahari
sejumput pikiran lepas dijalanan. seperti kembara yang ringkih
merayapi kegelapan malam. seperti meraba mimpi yang pahit dan
senyumnya tampak jadi kecut. antara deru napas kata-katanya
lepas menghujani rumput-rumput, ilalang, daun-daun kering yang
terhampar dikedua telapak tangannya. mestinya hujan itu akan
mencipta guratan sungai yang jernih bukan
telaga yang keruh, asin dipelupuk matanya. hingga sepanjang waktu
ia seperti selalu menyesali dan merasakan rasa sakit.
dihatinya. ada samudera sebenarnya, yang tenang dan tak beriak
bahkan tak berai disaput gerombolan angin. tapi kabut
yang menyelimuti tubuhku menghalangi pandangannya ;
dan aku tahu bahwa kabut itu hanyalah sisa-sisa kenangan,
sepotong nostalgi, yang dapat dilupakan ataupun untuk tetap
diingat sebagai bagian dari perjalanan hidupku yang tamapk nanar ini.

dalam hari yang muram, 19/10/2005

puisi : hujan

hujan telah usai, sebelum siang tadi
tapi sampa malam ini, dibalik selimut
aku masih menyimpan mimpi itu :
dijalanan aku basah kuyup
sambil kedinginan memanggil namamu

sebenarnya kali ini aku sangat berharap senyumanmu
untuk meredakan hujan
dan menyambutku di depan pintu
(secangkir jahe hangat kamu seduhkan untukku
sebelum aku sempat ganti baju
)
lalu aku tidak jadi gigil
tak beku oleh dingin kesekian kali
kamu, begitu pengertian untuk menghiburku
memberi hangat yang tak pernah kudapat

bersama hujan aku berlari, ingin mengejarmu
terus memanggil namamu
tapi mimpi itu usai, dibalik selimut
aku sadar, apakah aku tidak sedang mengigau ?


setelah hujan, 27 nop 2005

Sunday, January 1, 2012

puisi : lautan imaji (part 2)

aku berlari dari khayalan ke khayalan
menjauhi alam nyata
yang memberat pikiran

jika ini kenyataan :
selalu indah
selalu ada tawa
selalu ada canda
selalu ada senyum
aku tidak jadi terlalu susah
untuk berpikir jadi manusia

tapi ini dunia, bukan sorga
seberapa banyak episode
khayali yang kubangun
dalam imaji yang tak bertepi :
tetap saja aku harus memahami
aku tak berumah di alam mimpi

--kdg, 1 januari 2012

puisi : lautan imaji (part 1)

hidup adalah khayalan. kadang juga setengah
dari pengharapan
seperti hari ini
ketika ada imaji tak bertepi
tak bisa menggapai pantai
hanya menghantam batu karang

jika ini, memang berulang
moga saja tak akan menjadi lelah
juga menjadi kekalahan
bukankah sudah terbiasa, jadi paham arti kecewa

kdg, suatu siang (11/7/2005)

sajak : pengembara

terpaku dalam lautan kutukan
awan selalu menghadang dimukaku kala
aku menatapmu
adakah awan itu kau sengaja datangkan
demi—runcingnya hatiku dan pandanganku—
hingga aku dapat menatapmu
dengan kesucian hati

lautan kutukan terpaku

jauh langkah kaki
menginjak karang dan menapaki
dinginna awan “tertembus”
‘tuk memetik—kilau permata—
dipuncak gunung keabadian

sukma tegar
meraung dalam ruang hampa
dengarkah ?

kdg, 1999

sajak : catatan perjalanan

I
sepi disini
bukit yang terjal
pada pendakian
jauh dari impian dan harapan

inilah perjalanan
terpanggang matahari garang
di kubangan lumpur jalanan
dan kuyup kebasahan
disiram air mata hujan

II
irama langkahku hanya itu-itu saja
desah rontok napas sepeda rongsokan
menghentak di atas bebatuan cadas
dan menyeruak kerikil-kerikil padas
hamparan debu-debu jalanan

tubuhku dekil berlumuran keringat
yang tak henti-hentinya bercucuran

III
dan sedikit siulan lari angin
ataupun nyanyian-nyanyian tahun 60-an
terpatah patah dan agak sumbang
bagai suara kambing yang kelaparan
tapi itu hanya sekedar untuk hiburan
bagi perut yang lagi keroncongan

tlgt, 1998

puisi : batu kuda

(catatan yang tersisa dari sebuah ekspedisi)

hujan makin deras. udara yang kian dingin
antara kesunyian yang kian sempurna
hanya sebatang sigaret, kini mau
bersahabat denganku

api unggun. desau derau daun pohonan
pinus dan irama musik yang menghentak malam
tak memberiku hibur sehingga
dapat aku tersenyum dengan tulus

dari kesepian yang kian sempurna
kegalauan menyayat pedih di hati
persuaan kali ini kembali menjadikanku
pecudang kesekian kali

(jika pendakian kan dimulai dari
estafeta ekspedisi kali ini, aku memilih untuk berbalik
kesunyian akan kian sempurna menusuk hati ini,
biarlah kubawa pulang perasaan dengan
baju basah kuyup, gigil dingin dan beku)

--minggu pagi 27 april 03—
lembah manglayang dalam kenangan

puisi : hingga tepian sorga

berlari hingga tepian sorga
disayap malaikat kemudian aku berdiri
menatap segalanya
mencoba berkhidmat

ah, hanya setengah dari rasaku yang
penuh sleuruh meyakini
atas imaji ini
akan mencipta arti
mengejawantahkan makna
memberi tafsir baru tentang hidup

karena hingga tepian sorga
semula aku masih meragu, tak tahu
aku akan lepas dari kubangan lumpur
kehampaan imaji terkutuk itu

hidup serupa serangkaian mimpi
dan tak, tak akan pernah menjadi sempurna di pagi hari
mesi, bahkan seringkali aku sesali
---memang tanpa suatu tangis—dan hanya berlari
seperti chairil, seperti sutardji, mungkin juga sapardi
mengamuk dikesunyian, sepanjang hari
diderasnya arus bait khayali puisi
melintas batas ketakwajaran, menuju hingga ke tepian sorga
mungkin aku mendapati, atau bahkan tidak
sama sekali

dan disayap malaikat, aku masih manaruh harap

(dedicted to mm, bdg 2004-2005)

taman d. zauhiddie, suatu malam

(sebuah catatan tertinggal di tahun 2005)

menyiakan separuh malam
diburu cemburu angin kantuk
ah, apa yang dapat kucatat
sebagai ingatanku kelak :

panggung terbuka, background layar hitam dan berlampu tak temaram
antara kursi-kursi yang membuatku jemu menunggu
membayangkan juga kuda dalam diriku ikut hilang kendali
atas ruang segi empat aku merapat;
mengabarkan tentang mimpiku sendiri di suatu hari
menjelang sore, ya...rahman sabur...rahman sabur itu namanya
menjadikanku kaspar, si gundul yang pengumam gagu itu
yang gemar berserapah
aku memang kambing dan monyet

(riuh tepuk tangan penonton, imajiku tersentak, jadi buyar)

lalu lagu, seremoni, kemudian malam bermula semarak
antara orang-orang yang berkehendak, orang-orang yang berderak
aku me-riung : dapatkah do’a menangkap makna di laju waktu ?
dalam seduhan asin do’a, di cangkir dunia yang meretak
dengan setengah ucapan lirih : hanya semoga bisa

kdg, 9/10/2005

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More