Saturday, December 24, 2011

tangan tuhan, di leher kekasihnya...

kata perempuan itu :
sebelum sajak lahir... sebelum puisi menjadi dewasa...
sebelum kita mampu mengeja mantra.
tuhan sudah ada... dia sudah mentaburi
perbukitan ini—tangan perempuan itu
menunjuk jauh, ke arah perbukitan—dengan
pohonan yang menghijau.

(ada hamparan langit biru di atasnya, juga
sekerumunan awan... hal yang cukup indah
sebenarnya, untuk “bergosip” tentang tuhan)

tapi aku lihat perempuan itu seperti
meng-igau saja... bukan tak percaya
tapi apa yang bisa kita mengerti ?
apa hubungannya tuhan dengan sajak ? dengan puisi ?
apalagi mantra ? dan pepohonan yang menghijau
di perbukitan itu ?

perempuan itu hanya tersenyum
seakan membaca ragu dalam pikiranku
kata perempuan itu lagi :
kamu hanya melihat dengan mata biasa
dan memahaminya sekena-nya saja
kadang jawaban tidak harus di ucapkan dengan kata-kata
tidak juga harus ditulis dalam kitab yang suci
lihat perbukitan itu—tangan perempuan itu
kembali menunjuk jauh, ke arah perbukitan—
dibalik kehijauan pepohonan itu...

aku menatap nanar ke arah perbukitan itu.
aku pikir itu hanya hutan... tidak ada makna apa-apa

(dan keadaan ini, jujur bukan suatu yang nyaman
untuk terus bergosip tentang tuhan)

dan payahnya...perempuan itu, mengelengkan kepala
seakan membaca isi pikiranku...
setengah bergurau, untuk
memudarkan prasangka perempuan itu
kukatakan :
aku percaya di dalam perut perbukitan itu
ada batubaranya...

perempuan itu kembali tersenyum, tapi
dengan raut muka yang tampak masam

(kdg, diantara perbukitan batu, 20/12/2011)

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More